Selasa, 26 Mei 2009





PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Agama Islam bukanlah agama yang dianut secara turun-menurun. Kebenaran agama Islam diyakini karena sesuai dengan pertimbangan akal sehat. Misalnya Akal sehat meyakini, bahwa alam nyata ini tidak terjadi dengan sendirinya, tentu ada penciptakan, yakni Allah. Allah menciptakan alam semesta ini untuk kesejahteraan umat manusia. Manusia diperintahkan untuk mengelola alam ini agar dapat dimanfaatkan guna keperluan hidup mereka. Untuk mengelola alam ini tentu saja diperlukan akal. Allah menyuruh manusia menggunakan akalnya. Islam juga menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa tidak dapat seseorang berjalan di malam yang gelap, kecuali dengan lampu. Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang membedakan yang baik dengan yang buruk, kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu dalam LTM ini akan di jelaskan tentang ilmu pengetahuan dalam sudut pandang islam, agar dapat menjawab pertanyaan “Bagaimana seharusnya konstriksi berpikir dan cara pandang seorang muslim dalam menentukan penilaian terhadap praktek yang bertentangan dengan nalar dan ilmu pengetahuan” yang kemudian akan dikaitkan dengan pemicu 'praktik ponari'




PEMBAHASAN



2.1 Kebudayaan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Fenomena Ponari
Fenomena Ponari ini tergolong unik. Sejak menemukan batu yang jatuh saat petir hampir menyambar tubuhnya, Ponari menjadi bak selebritis. Tak kurang dari ribuan pengunjung datang ke rumah Ponari untuk meminta segelas air yang di celup ‘batu ajaib’ Ponari. Bahkan empat orang meninggal karena berdesak-desakan saat mengantri di gang sempit rumah Ponari. Tidak hanya itu, orang-orang juga mengambil air kotor di selokan dan mencukil tanah di dekat kamar mandi Ponari untuk memperoleh kesaktiannya.
Fenomena ini dapat dijelaskan dari berbagai aspek. Terutama dari sisi kepercayaan masyarakat yang masih mempercayai hal-hal mistis. Terutama kisah Ponari ini dianggap mirip dengan kisah dalam cerita kuno Jawa, hal ini mengingatkan orang akan kesaktian Ki Ageng Sela yang bisa menghalau petir yang hampir menyambarnya dan mengubahnya menjadi batu. Dengan demikian, masyarakat menganggap bahwa Ponari adalah titisan dari Ki Ageng Sela yang mampu menyembuhkan orang lain dari segala penyakit. Menurut pakar sosiologi dan kebudayaan dari Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Prof Dr Tadjoer Ridjal, MPd, fenomena Ponari ini muncul dari sekelompok orang yang masih memegang teguh pemikiran tradisional dengan cara menghidupkan kembali fenomena mistis yang terjadi di Jawa ratusan tahun silam lalu.
Hal ini juga dapat disebabkan karena ketidakpercayaan masyarakat pada tenaga medis formal dan pelayanan kesehatan masyarakat yang masih buruk atau kurang memihak masyarakat. Dan juga disebabkan mahalnya biaya pengobatan yang tidak terjangkau oleh masyarakat kelas menengah kebawah. Masyarakat juga cenderung memilih budaya yang melewati jalan pintas dan cepat. Masyarakat cenderung memilih hal-hal yang serba cepat dan pendek tanpa mementingkan proses. Dapat dilihat dengan praktek Ponari yang murah, cepat dan tidak berbelit-belit.
Ada tiga hal yang mendasar mengapa masyarakat melakukan hal tersebut, yaitu karena kemiskinan, kurangnya pengetahuan mengenai agama dan kebodohan. Kemiskinan dapat mendekatkan orang pada kekufuran. Begitu juga dengan kurangnya landasan keyakinan agama dan kebodohan akan menjerumuskan orang pada kekufuran. Kepercayaan masyarakat pada praktek ini dapat membawa kekufuran karena mereka dapat menganggap bahwa kesembuhan ini di dapat dari batu dan celupan tangan Ponari, bukan dari Allah SWT. Padahal hanya Allah yang dapat menyembuhkan segala penyakit, seperti terkandung pada Al-Qur’an:
Praktek Ponari ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang masih hidup dengan Islam kejawen-nya. Masyarakat masih mempercayai hal-hal yang akan menjatuhkan mereka pada kesyirikan. Padahal dalam Al-Qur’an, syirik adalah dosa besar yang tidak dapat di ampuni:
Kebudayaan tradisional kuno yang bertentangan dengan Islam masih dipakai dan dipercayai oleh masyarakat. Bahkan ada juga orang yang ingin menghidupkan mitos lam yang telah punah. Disinilah peran pemuka agama, terutama ulama-ulama yang memberi pencerdasan pada masyarakat agar masyarakat terbebas dari syirik. Tenaga dan pelayanan kesehatan juga harus meningkatkan kualitasnya lagi agar masyarakat percaya dengan pengobatan medis. Pemerintah juga harus terlibat agar tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan 4 orang meninggal akibat berdesakan dalam antrian.

2.2 Praktik Ponari dari Sudut Pandang Islam
Beberapa kalangan menilai fenomena Ponari menunjukkan matinya logika. Cibiran dan cemoohan ditujukan kepada orang-orang yang datang ke Ponari. Masyarakat dinilai sudah tidak percaya kepada pengobatan modern yang lebih rasional. Bahkan, beberapa ulama dengan cepat menyatakan bahwa pengobatan ala Ponari itu tergolong perbuatan syirik, sebab orang lebih percaya kepada batu, bukan kepada Allah.
Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW, “Syirik di umat ini (umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) lebih samar dari pada jejak semut.” (HR. Ahmad. Di shahihkan oleh Al Albani dalam tahqiq beliau untuk kitab Al Iman karya Syaikhul Islam). Perhatikanlah wahai saudaraku kaum muslimin, betapa samarnya syirik yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. Jika noda syirik ini hanya dilihat sekilas tanpa diamati dengan seksama, maka tidak akan mungkin bisa kelihatan. Itulah ujian bagi kita umat islam, tidak ada yang bisa selamat dari ujian ini kecuali orang yang mendapat rahmat Allah. Kita memang harus hati-hati memberikan penilaian (syirik atau bukan) dan tidak cepat berburuk sangka.
Ada dua kemungkinan tentang fenomena Ponari ini. Pertama, mungkin saja Ponari diberi anugerah kekuatan penyembuhan penyakit oleh Allah SWT. Hal seperti ini sudah sering kita dengar dibeberapa tempat bahwa ada orang yang tiba-tiba mendapat kekuatan atau ‘ilmu’ dari Tuhan sehingga dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Bagi Allah SWT, apapun yang tidak mungkin dalam pandangan manusia, bagi Dia mudah saja. Kun faya kun, jadilah maka terjadilah ia.
Kedua, melalui Ponari dan batunya itu, Allah SWT ingin menguji iman ummat-Nya, sejauh mana akidah manusia berubah melalui pengobatan Ponari itu. Apakah manusia lebih percaya bahwa batu itu yang menyembuhkan penyakit atau tetap percaya bahwa Allah yang menyembuhkan sedangkan Ponari hanyalah perantara kesembuhan belaka. Jika meyakini batu atau Ponari itu yang menyembuhkan, jatuhlah ia keperbuatan syirik yaitu sikap mempersekutukan Tuhan, yang mana dosanya tidak bisa diampuni.
Untuk memahami kasus batu Ponari dari tinjauan aqidah, terdapat hukum mengambil sebab, yaitu keberhasilan untuk mencapai apa yang diharapkan semua tergantung pada sebab. Seseorang akan bisa meraih apa yang dia inginkan jika dia menggunakan sebab-sebab yang bisa mengantarkan ke arah sana. Sebaliknya, jika orang tidak menggunakan sebab tersebut maka sangat sulit untuk bisa mendapatkan apa yang dia cita-citakan. Dengan takdir Allah, setiap kejadian telah ditetapkan sebabnya. Namun di sana ada beberapa cara penggunaan sebab yang melanggar syariat. Ada yang hukumnya makruh, haram, bahkan sampai pada tingkat kesyirikan. Ada 2 kriteria yang harus terpenuhi dalam pengambilan sebab, yaitu:
a. Kriteria zhahir, yaitu kriteria yang terkait dengan sebab yang digunakan
Suatu sebab bisa dianggap telah memenuhi kriteria zhahir jika terpenuhi salah satu di antara dua syarat. Pertama, masuk akal dan terbukti secara empirik. Artinya sebab tersebut merupakan bagian dari hasil pengalaman dan penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa sesuatu tersebut merupakan sebab munculnya sesuatu yang lain.
Kedua, sesuai dengan syari’at (sebab syar’i). Artinya Allah tetapkan sebab tersebut melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau dengan kata lain, sebab syar’i adalah sebab yang ditetapkan berdasarkan dalil, baik Al Qur’an maupun As Sunnah, meskipun sebab tersebut tidak masuk dalam lingkup penelitian ilmiah. Salah satu contoh sebab syar’i yaitu Ruqyah (membacakan Al Qur’an untuk orang yang sedang sakit) merupakan salah satu sebab untuk sembuh. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Ruqyah itu sangat mujarab jika dibacakan pada orang yang terkena penyakit ‘ain dan demam.” (HR. Bukhari).
Sebagian orang meyakini bahwa batu kecil yang dimiliki ponari mampu menyembuhkan penyakit. Dalam kasus ini, masyarakat tersebut menganggap bahwa batu milik Ponari merupakan sebab sembuhnya penyakit. Namun, benarkah anggapan bahwa batu tersebut memiliki hubungan sebab akibat dengan penyembuhan penyakit? Jawabannya bisa ditimbang dengan dua persyaratan di atas.
Syarat pertama, bagaimanakah kesimpulan pakar medis terhadap batu milik Ponari, apakah bisa dijadikan obat ataukah tidak? Jika para pakar medis berkesimpulan bahwa batu tersebut sama sekali tidak bisa dijadikan obat karena tidak terbukti secara ilmiah, maka syarat pertama gagal terpenuhi. Kemudian kita beralih pada syarat kedua, apakah batu Ponari tersebut ada dalilnya dalam Al Qur’an atau Hadits? Jika tidak ada maka bisa disimpulkan bahwa batu Ponari tersebut bukanlah sebab kesembuhan dan tidak bisa dijadikan obat. Oleh karena itu, jika ada orang berkeyakinan bahwa batu Ponari adalah obat berarti dia telah terjerumus dalam syirik karena dia telah menganggap Allah menakdirkannya sebagai obat padahal bukan obat. Intinya segala sesuatu yang dianggap sebagai obat, bisa dijadikan sebagai obat jika terpenuhi persyaratan hubungan sebab akibat, yaitu dua syarat di atas.

b. Kriteria batin, yaitu kriteria yang terkait dengan orang yang menggunakan sebab
Setelah mendapatkan suatu sebab yang dizinkan oleh syariat, yaitu sebab yang memenuhi salah satu dari dua syarat kriteria zhahir di atas, berikutnya kita diharuskan menata hati dan batin ketika menggunakan sebab tersebut. Ada dua hal yang harus dilakukan ketika orang menggunakan sebab:
1. Hati harus tetap bersandar kepada Allah dan tidak bersandar kepada sebab. Maksudnya, ketika menggunakan sebab tersebut untuk mencapai apa yang diinginkan, hati harus tetap bertawakkal kepada Allah dengan tetap memohon pertolongan kepada-Nya agar sebab tersebut bisa memberikan pengaruh. Hatinya tidak boleh condong kepada sebab tersebut sehingga pasrah sepenuhnya kepada sebab dan bukan kepada Allah. Orang yang hatinya condong dan terlalu bersandar pada sebab maka dia terjerumus ke dalam syirik kecil, meskipun dia meyakini bahwa Allah-lah yang mentaqdirkan segala sesuatu.
2. Tetap berkeyakinan bahwa apapun kehebatan sebab tersebut semua tergantung pada takdir Allah. Artinya jika Allah menghendaki sebab itu berpengaruh, maka akan menghasilkan akibat. Sebaliknya jika Allah menghendaki tidak berpengaruh, maka tidak akan menghasilkan apa-apa. Jika ada orang yang berkeyakinan bahwa ada sesuatu yang bisa berpengaruh di luar takdir Allah, maka dia terjerumus ke dalam syirik besar, karena dia telah menganggap adanya penguasa takdir selain Allah.

Khusus mengenai pengobatan Ponari, ulama mengingatkan untuk tidak meyakini batu milik Ponari bisa menyembuhkan segala macam penyakit, juga tidak meyakini bahwa Ponari bisa menyembuhkan penyakit. Keyakinan seperti itu bisa merusak akidah. Mengikuti pengobatan seperti yang dilakukan Ponari, akidah harus kuat. Kalau akidah tidak kuat, bisa berubah menjadi syirik. Menurut ketua MUI Jombang, berobat ke Ponari boleh-boleh saja, tapi harus meyakini bahwa yang bisa menyembuhkan penyakit hanya Allah SWT. Untuk menyembuhkan penyakit, kata dia, Allah memberikan berbagai macam cara, diantaranya melalui ilmu kedokteran. Bagaimanapun juga manusia hanya berikhtiar mencari jalan kesembuhan, tetapi kesembuhan tetap milik Allah SWT dan Ponari hanyalah perantara saja.

2.3 Pengobatan dengan Kaidah Ilmiah
An-Nusyroh adalah bentuk mahsdar dari kata " Nasyaro " yang artinya menebarkan. Firman Allah: " Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka putus asa, dan Dia tebarkan RahmatNya, dan Dialah Maha Pelindung lagi Maha Terpuji " (QS. Asy-Syura : 28).
· Lois Ma'lu : An-Nusyroh adalah Ruqyah yang mengobati orang yang sakit jiwa (gila) atau sakit-fisik.
· Abu Sa'adat : An-Nusyroh adalah bagian dari pengobatan Medis dan Ruqyah yang mengobati orang yang terkena sentuhan Jin.
· Ibnu Jauzi : An Nusyroh adalah melepaskan pengaruh sihir pada orang yang terkena sihir. Tidaklah seorang mampu melepaskan pengaruh sihir melainkan orang yang mengerti tentang sihir.

Dasar Hukum
Nabi Saw ditanya tentang An-Nusyroh? Beliau menjawab : " An-Nusyroh adalah perbuatan Syaitan ". ( HR. Abu Daud ). Semula Nabi saw melarang mengobati dengan cara An-Nusyroh karena mengandung unsur syirik dan bersekutu dengan Jin dan Syaitan, tetapi kemudian beliau membolehkan jika An-Nusyroh dengan menggunakan ayat Al-Qur'an dan doa.
- Metode Pengobatan dengan An-Nusyroh.
Berdasarkan definisi diatas dapat kita rangkum An-Nusyroh adalah pengobatan dengan cara medis dan Ruqyah yang mengobati orang yang terkena pengaruh sihir dan sentuhan Jin dan Syaitan yang mempengaruhi fisik dan mental. Jadi mengobatan dengan cara An-Nusyroh ada dua cara:
1. Pengobatan dengan Cara Medis
Pengobatan dengan cara medis dengan menggunakan ilmu kedokteran atau dengan ramuan yang mengandung obat untuk menyembuhkan penyakit.
· Madu dan Buah-buhan.
" Kemudian makanlah dari tiap-tiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Dan dari perut lebah itu keluar minuman (Madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya ada obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang yang memikirkan " (QS. An-Nahl : 69)
· Susu Murni.
" Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagimu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya berupa susu yang bersih antara kotoran dan darah yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya " (QS. An-Nahl : 66)
· Korma Ajwa ( Korma Nabi ).
Korma adalah salah satu buah yang sering nabi anjurkan untuk mengkonsumsinya terutama bagi orang yang berbuka puasa, karena korma mengandung zat gula yang baik untuk pertumbuhan badan, ada korma khusus untuk pengobatan yaitu Korma Ajwa. Nabi Saw bersabda: " Korma Ajwa adalah obat dari segala penyakit "
2. Pengobatan dengan Cara Ruqyah
Ruqyah adalah bentuk tunggal dari kata Ruqo artinya jampi-jampi maksudnya jampi-jampi dengan menggunakan bacaan atau mantra untuk menolak pengaruh sihir dan godaan Syaitan dan Jin yang mempengaruhi fisik dan mental manusia.
"Tidak ada Ruqyah kecuali untuk melepaskan pengaruh mata (sihir) dan sengatan hewan berbisa " (HR. Ahmad, Abu Daud dan Attirmizi) " Dari Auf bin Malik berkata : Kami pernah me-Ruqyah seorang pada zaman Jahiliyah, kemudian kami bertanya : Wahai Rosullulloh bagaimana menurut pendapatMu tentang yang demikian? Maka Nabi bersabda : Jelaskan kepadaKu tentang Ruqyah kalian. Tidaklah mengapa Ruqyah yang tidak ada unsur syirik " (HR. Muslim)
Bacaan untuk Me-Ruqyah :
1. Istia'dzah (Mohon perlindungan).
" Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui " (QS. Al A'rof : 200).
Secara langsung Al-Qur'an tidak menjelaskan lafadz-lafadz yang dipakai untuk perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan tetapi kemudian Nabi mengajarkan beberapa lafadz yang dibaca untuk berlindung kepada Allah dari godaan syaitan antara lain :
· A'udzu bIlahi minasysyaithonir-rojim
· A'udzu bIlahis-sami'il alim minasysyaithonir-rojiim
· A'udzu bikalimatIlahit-taammaati minsyarrimaa kholaq
· A'udzu bikalimaatIlahit-taammaati min godhobihi waI'qobihi wasyarri ibadihi wamin hamazaatisy-syayaathini wa-ayyahdhuurun
· A'udzu biIzzatIlahi waqudrotihi min syarrimaa ajidu wa-uhajiru
· A'udzu bIlahi minasyyaithonir-rojim min hamzihi wanafkhihi wanaftsihi
2. Ayat Al-Qur'an.
Pada hakikatnya semua ayat Al-Qur'an dapat dijadikan sebagai pelindung orang-orang yang beriman dari segala godaan syaitan dan sebagai obat dari segala penyakit akan tetapi ada beberapa ayat atau surat tertentu yang diajarkan Nabi yang dapat dijadikan sebagai Ruqyah untuk menangkal penyakit yang disebabkan oleh pengaruh sihir atau godaan Syaitan dan Jin.
"Dan apabila kamu membaca Al-Qur'an niscaya kami adakan antara kamu dan antara orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat suatu dinding (pelindung) yang tertutup " (QS. Al Isra : 45). " Dan kami turunkan dari Al-Qur'an itu sebagai Penyembuh dan Rahmat bagi orang-orang yang Mukmin, dan ia (Al-Qur'an) tidak menambah bagi orang-orang yang zhalim melainkan kerugian " (QS. Al Isra : 82)
· Al Muawwidzatain (An-Naas dan Al Falaq)
· Al Fatihah
· 4 ayat diawal surat Al Baqarah
· Al Baqarah ayat 163 dan 164
· Ayat Kursi (Al Baqarah : 255)
· 3 ayat diakhir surat Al Baqarah
· Ayat pertama surat Ali Imran
· Ali Imran ayat 18
· Al A'raf ayat 54
· Al Mu'min ayat 116
· Al Jin ayat 3
· 10 ayat diawal surat Ash- Shoffat
· 3 ayat diakhir surat Al Hijr
· Yunus : 81
· Al Anbiya : 70
· Al Furqon : 23
· Al A'rof : 118-119
3. Doa Mohon Kesembuhan.
Banyak sekali doa untuk perlindungan dari syaitan dan kesembuhan penyakit yang ada didalam Al-Qur'an atau yang diajarkan oleh Nabi, disini kami ungkapkan beberapa doa yang diajarkan oleh Nabi:
· BismIlahi turbatu ardhinaa biriiqoti ba'dhina yasyfibihi saqiimana bi-izni robbina
· Allahumma Robban-naas Azhibilbaas Isyfi antasysyaafii Laa syifaa-a Illaa syifaa-uka Syifaa-an laayugoodiru saqoman.
· Amsahil baas Robbannaas Biyadikasy-syifaa Laa kaasyifalahu Illaa anta

Tata-cara Me-Ruqyah
"Setiap penyakit itu ada obatnya, jika tepat obatnya maka penyakit akan sembuh dengan izin Allah 'Azza wa Jalla " (HR. Muslim). Firman Allah : " Jikalau Allah menimpakan bahaya (penyakit) kepadamu maka tidak ada yang dapat menghalanginya selain Dia dan jikalau Allah menghendaki kebaikan untukmu maka tidak ada yang dapat menghalangiNya, kebaikan itu diberikan olehNya kepada orang yang dikehendaki dari hamba-hambaNya. Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " (QS. Yunus: 107)
Tidaklah semua orang dapat disembuhkan dengan Ruqyah Al-Qur'an atau doa-doa yang diajarkan oleh Nabi, apabila jiwanya tidak diisi dengan ke-yaqin-nan dan penuh pasrah kepada Allah serta tidak menyimpang dari ketentuan Ruqyah.
§ Dibacakan dan ditiupkan pada kedua telapak tangan kemudian diusapkan pada anggota badan mulai dari kepala, muka, bagian depan badan dada dan seterusnya.
"Hadits dari A'isyah : Bahwasanya Nabi saw apabila berbaring ditempat tidur maka Ia gabungkan kedua telapak tanganNya, kemudian ditiupkan pada keduanya sambil membaca " Al Muawwidzat " (Al Ikhlas, Al Falaq dan Annas) lalu beliau mengusapkan kedua telapak tangan mulai dari bagian kepala, bagian muka dan bagian depan badan hingga tubuh yang dapat dijangkau. Beliau kerjakan tiga kali. A'isyah berkata : " Tatkala aku merasa sakit maka beliau menyuruh aku mengerjakan seperti ini " (HR. Bukhari-Muslim)
§ Dibacakan pada ibu jari kemudian ditempelkan pada bumi lalu ibu jari diletakkan pada anggota tubuh yang sakit.
" Hadits dari A'isyah : Bahwasanya Nabi Saw apabila ada seorang merasa tubuhnya ada yang sakit maka beliau meletakkan ibu jariNya pada tanah kemudian diangkatnya sambil membacakan doa : " BismIlahi turbatu ardhinaa Biriiqoti ba'dhinaa Yusqoobihi saqiimunaa Bi-izni robbinaa " (HR. Bukhari dan Muslim)
§ Mengusapkan tangan pada anggota yang sakit sambil membaca Ruqyah. "Hadits dari A'isyah : Bahwasanya Nabi Saw pernah mendoakan salah satu kelarganya yang sakit dengan meletakkan tangan kanannaya (pada tubuh yang sakit) sambil membaca : " Allahumma robbannaas Azhibil baas Isyfi antasysyafii Laa syifaa-a illaa syifaauka Syifaa-an laa yugoodiru saqoman " (HR. Bukhari dan Muslim)
§ Dibacakan Ruqyah pada bejana yang berisi air dan ditiupkan ke-dalamnya kemudian menyuruh penderita untuk meminumnya atau mandi dengan air tersebut.
" Hadits dari A'isyah : Ia pernah membawa air zamzam kemudian ia memberitahu (kepada para shahabat) bahwasanya Rosululloh Saw membacakan doa pada air zamzam yang ada dalam bejana dari kulit lalu beliau menuangkan air itu pada gelas dan meminumkannya kepada orang-orang yang sakit " (HR. Muslim).
" Dan Allah menurunkan kepadamu air hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan Syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mempertaguh dengannya telapak kakimu (pendirianmu) " (QS. Al Anfal : 11)

Didalam Islam bersuci ada dua bagian : pertama bersuci yang bersifat lahiriyah yaitu bersuci badan dari hadats dan najis dengan air muthlak dan kedua bersuci yang bersifat bathiniyah yaitu menjauhkan diri dari sifat-sifat yang buruk yang disebabkan oleh pengaruh Syaitan.
Cara Meminum air Zamzam atau air Asma :
· Meminum air dengan niat untuk kebaikan dunia dan akhirat
· Menghadap kiblat ketika hendak meminum
· Membaca shalawat untuk Nabi saw
· Membaca Basmalah
· Membaca doa
· " Allahumma inni as-aluka ilman nafi'an warizqon wasi'an wasyifa'an min kulli da'in "
· Tiga kali nafas ketika meminum
· Minum sampai rasa haus hilang
· Setelah minum kemudian air diusapkan pada kepala, muka dan dada tiga kali.
Penyakit yang Dapat Disembuhkan dengan Ruqyah
- Perintah untuk Berobat :
" Sesungguhnya Allah Ta'ala tidaklah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah telah menurunkan pula obatnya, baik obat yang telah diketahui oleh orang maupun yang belum diketahuinya, kecuali mati " (HR. Al-Hakim) " Berobatlah wahai hamba-hamba Allah karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit, kecuali telah diturunkan pula obatnya, selain penyakit yang satu yaitu penyakit tua (pikun) " (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
- Perintah Konsultasi kepada Ahli Pengobatan :
"Maka pertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai keahlian jika kamu tidak mengetahui " (QS. An-Nahl : 43) " Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya(propesinya) " (QS. Al Isra : 84). Nabi Saw bersabda : " Obat segala kesulitan adalah bertanya (konsultasi) "
- Larangan dalam Berobat :
o Berobat kepada yang bukan Ahlinya
" Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam kebinasaan dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik " (QS. Al Baqarah: 195). Nabi Saw bersabda : " Apabila sesuatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya "
o Berobat dengan Sesuatu yang Dilarang Allah
"Sesungguhnya Allah Ta'ala tidaklah menjadikan obat untuk penyembuhanmu pada hal-hal yang diharamkan atasmu " (HR. Aththabrani). Meskipun berobat itu diperintahkan agama tetapi penggunaan obat dibatasi pada hal-hal yang halal. Jadi tidak dibenarkan menjadikan sesuatu yang haram menjadi obat, seperti berobat dengan meminum darah atau minuman keras atau berobat dengan memakan makanan yang diharamkan Allah. " Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah " (QS. Al Baqarah : 173)

(1) Penyakit Fisik
Sebab-sebab Penyakit terdiri dari Dua Golongan :
· Sebab-sebab dari dalam ialah kelainan-kelainan dari tubuh sendiri yang pada umumnya tidak diketahui dengan jelas apa sebabnya.
· Sebab-sebab dari luar ialah segala sebab yang asalnya dari luar. Hal ini dapat dibedakan menjadi enam macam:
o Sebab Mekanis, seperti luka terkena benda tajam atau tumpul, kena tembak atau terjatuh.
o Sebab Fisik, seperti terkena api atau benda panas, terkena aliran listrik, disambar petir
o Sebab Kimia, seperti keracunan.
o Sebab jasad Renik atau Makro, seperti bakteri, virus, serangga atau cacing-cacing.
o Sebab kekurangan unsur tertentu dalam konsumsi, seperti vitamin, mineral, yudium.
o Sebab kejiwaan, seperti kesusahan, trouma, ketakutan.
Mengobati penyakit fisik lebih dominan menggunakan medis atau ilmu kedokteran tetapi tidak menjamin untuk sembuh maka solusinya banyak pasien yang datang untuk berobat Atternatif seperti Terapi, Reflexsiologi, Ruqyah atau lainnya

(2) Penyakit disebabkan Pengaruh Sihir, Syaitan atau Jin.
· Sihir perceraian
· Sihir guna-guna
· Sihir Hipnotis
· Sihir gila
· Sihir lesu
· Sihir suara panggilan
· Sihir penyakit
· Sihir pendarahan
· Sihir menghalangi sesuatu ( Rejeki, tamu, keinginan beribadah, dll. )
· Sihir mandul atau susah hamil
Do'a - Usaha - Iman - Taqwa pada Allah SWT.
Tingkatkan Ibadah Dengan Berzikir

2.4 Konstruksi Berpikir dan Cara Pandang Seorang Muslim dalam Menentukan Praktik yang Bertentangan dengan Nalar dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari kata ilmu dan pengetahuan.Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya, setiap pengetahuan belum tentu ilmu.Untuk itu ada syarat-syarat yang membedakan ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge), yaitu sbb: Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo, Administrasi dan Management Umum 1982, Ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas. Menurut Prof. Dr. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial 1985, Ilmu juga harus memiliki obyek, metode, sistimatika dan mesti bersifat universal. Menurut Prof. Dr. Sondang Siagian, Filsafat Administrasi 1985 : Ilmu pengetahuan dapat didefenisikan sebagai suatu obyek ilmiah yang memiliki sekelompok prinsip, dalil, rumus yang melalui percobaan yang sistimatis dilakukan berulang kali telah teruji kebenarannya, prinsip-prinsip, dalil-dalil dan rumus-rumus mana dapat diajarkan dan dipelajari. Menurut Prof. Drs. Menurut Prof. Drs. Sutrisno Hadi, Metodologi Reserach 1 1969 : Ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lain adalah kumpulan dari pengalaman -pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah orang-orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangunan yang teratur. Dari pendapat-pendapat diatas terlihat bahwa ilmu pengetahuan itu kongkrit sehingga dapat diamati, dipelajari dan diajarkan secara teratur, teruji, bersifat khas atau khusus, dalam arti mempunyai metodologi, obyek, sistimatika dan teori sendiri.
Umat islam memiliki pedoman hidup yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dimana setiap sendi-sendi kehidupan setiap umat islam harus berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Al-Qur’an berarti bacaan, nama-nama lain dari kitab suci ini adalah Al-Furqaan (Pembeda), Adz Dzikir (Pengingat) dan lain-lain, tetapi yang paling terkenal adalah Al-Qur’an. Sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur’an bagaikan miniatur alam raya yang memuat segala disiplin ilmu, Al-Qur’an merupakan karya Allah Swt yang Agung dan Bacaan mulia serta dapat dituntut kebenarannya oleh siapa saja, sekalipun akan menghadapai tantangan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin canggih (sophisticated). Kata pertama dalam wahyu pertama (The First Revelation) bahkan menyuruh manusia membaca dan menalari ilmu pengetahuan, yaitu Iqra’. Adalah merupakan hal yang sangat mengagumkan bagi para sarjana dan ilmuwan yang bertahun-tahun melaksanakan penelitian di laboratorium mereka, menemukan keserasian ilmu pengetahuan hasil penyelidikan mereka dengan pernyataan -pernyataan Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya.
Setiap ilmuwan yang melakukan penemuan pembuktian ilmiah tentang hubungan Al -Qur’an dengan ilmu pengetahuan akan menyuburkan perasaan yang melahirkan keimanan kepada Allah Swt, dorongan untuk tunduk dan patuh kepada Kehendak-Nya dan pengakuan terhadap Kemaha Kuasaan-Nya. Tidak pada tempatnya lagi orang-orang memisahkan ilmu-ilmu keduniawian yang dianggap sekuler, seperti ilmu-ilmu sosial dengan segala cabangnya, dengan ilmu -ilmu Al-Qur’an.
Para ilmuwan dapat sekuler, tetapi ilmu tidak sekuler. Bila penyelidikan tentang alam raya ini adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta Alam Raya ini tidak ilmiah. Bila percampuran dan persenyawaan unsur-unsur adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta setiap unsur itu tidak ilmiah. Begitu pula pembicaraan hal-hal kenegaraan adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta perbedaan watak individu yang menjadikan beraneka ragam ideologi tidak ilmiah. Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat (QS. 68:52), sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah peringatan bagi seluruh umat (QS. 38:87), petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS. 2:2), korektor dari semua kitab sebelumnya yang telah terdistorsi (QS. 5:48). Al-Qur’an dalam bahasa Arab mempunyai gaya tarik dan keindahan yang deduktif.
Selain itu dalam, islam juga memiliki perkembangan di dalam ilmu pengetahuan. Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (kaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur,bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Praktik pengobatan ponari ini, yang hanya mencelupkan batu itu ke dalam gelas yang berisi air. Dari segi ilmu pengetahuan tentunya praktik pengobatan yang di buka oleh Ponari sangat tidak ilmiah. Bagaimana mungkin batu yang kemudian dicelupkan ke dalam air dapat meneymbuhkan berbagai penyakit. Padahal batu yang di gunakan oleh Ponari hanyalah batu biasa. Namun apabila di pandang dari sudut pandang dalam kaidah agama, diyakini bahwa daya penyembuhan itu milik Tuhan, karena Dia pemilik kuasa segala, termasuk kuasa membuat sakit dan kuasa menyembuhkannya. Dalam perspektif ini diagnosa dokter dan terapi yang diberikannya bukanlah sebab dari sembuhnya seseorang yang sakit, melainkan hanya media penyembuhan yang telah diturunkan Tuhan, yang kemudian dikenal dengan cara medis atau metode ilmiah.
Maka dalam perspektif agama, penyembuhan Ponari bisa diterima jika tidak dianggap bahwa batulah penyembuhnya, melainkan Tuhan yang mengamanatkan penyembuhan melaui Ponari dengan media batu. Menjadi persoalan keimanan jika batu atau Ponari itu dianggap keramat yang diagungkan karena penyebab segala kesembuhan. Di sisi lain, ternyata kita juga secara tak sadar “mengeramatkan” dokter atau obat medis karena menganggapnya sebagai penyebab kesembuhan. Secara keimanan, dokter pun hanya sebuah metode yang dipakai Tuhan.

2.5 Prinsip-Prinsip Kebudayaan dan Pengembangan Iptek dalam Ajaran Islam
2.5.1 Penyikapan terhadap Perkembangan IPTEK dalam ajaran Islam
Setiap manusia diberikan hidayah dari Allah swt berupa “alat” untuk mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah:
(1) Indera, untuk menangkap kebenaran fisik
(2) Naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup manusia secara probadi maupun sosial
(3) Pikiran dan atau kemampuan rasional yang mampu mengembangkan kemampuan tiga jenis pengetahuan akali (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi
(4) Imajinasi, daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya
(5) Hati nurani, suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah laku manusia sebagai makhluk yang harus bermoral.
Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani (1995), dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok;
(1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK modern dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai
(2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK modern, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami
(3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEK menurut Islam haruslah bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEK yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritialitas, martabat manusia secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia ketingkat yang lebih rendah martabatnya.
Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah swt. Kebenaran IPTEK menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri. IPTEK akan bermanfaat apabila:
(1) Mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya
(2) Dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik)
(3) Dapat memberikan pedoman bagi sesama
(4) Dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.

2.5.2 Bagaimana Islam harus menyikapi kasus Ponari dari segi perkembangan IPTEK
Untuk memahami kasus batu Ponari dari tinjauan aqidah, dapat diperhatikan penjelasan berikut ini:Hukum mengambil sebabAda 2 kriteria yang harus terpenuhi dalam pengambilan sebab, yaitu:
· Kriteria zhahir, yaitu kriteria yang terkait dengan sebab yang digunakan
· Kriteria batin, yaitu kriteria yang terkait dengan orang yang menggunakan sebab.

a. Kriteria Zhahir Dalam Mengambil SebabSuatu sebab bisa dianggap telah memenuhi kriteria zhahir jika terpenuhi salah satu di antara dua syarat:
1. Masuk akal dan terbukti secara empirik. Artinya sebab tersebut merupakan bagian dari hasil pengalaman dan penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa sesuatu tersebut merupakan sebab munculnya sesuatu yang lain.Misalnya: makan adalah sebab kenyang, belajar merupakan sebab bisa mendapatkan ilmu, bekerja merupakan sebab untuk mendapatkan penghasilan, dst.
2. Sesuai dengan syari’at (sebab syar’i). Artinya Allah tetapkan sebab tersebut melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau dengan kata lain, sebab syar’i adalah sebab yang ditetapkan berdasarkan dalil, baik Al Qur’an maupun As Sunnah, meskipun sebab tersebut tidak masuk dalam lingkup penelitian ilmiah.Misalnya:
o Ruqyah (membacakan Al Qur’an untuk orang yang sedang sakit) merupakan salah satu sebab untuk sembuh. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ruqyah itu sangat mujarab jika dibacakan pada orang yang terkena penyakit ‘ain dan demam.” (HR. Bukhari).
o Sedekah merupakan salah satu sebab kesembuhan. Hal ini berdasarkan hadits, “Obatilah orang-orang yang sakit dengan sedekah.” (HR. Al Baihaqi dan Thabrani, dishahihkan Syaikh Al Albani)
o Pandangan mata tajam kepada orang lain karena rasa takjub atau dengki bisa menyebabkan orang yang dilihat menjadi sakit. Keadaan ini sering disebut “ ’A-in”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan, ‘A-in itu benar adanya” (HR. Al Bukhari)
Perkara-perkara di atas merupakan sebab yang ditetapkan syariat berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun secara nalar hal itu tidak masuk akal. Dalam kajian kedokteran tidak dibahas hubungan antara bacaan Al Qur’an, sedekah, dan pandangan mata dengan penyakit. Dari sisi medis sama sekali tidak bisa diuji dan dikaji. Karena masalah ini di luar kajian ilmu medis. Namun hal ini ditetapkan sebagai sebab berdasarkan dalil dan bukan berdasarkan penelitian ilmiyah. Berbeda dengan obat-obatan dokter, meskipun obat-obatan ini tidak ada dalam dalil, namun pengobatan ini telah terbukti ilmiyah secara medis. Keluar dari persyaratan ini berarti sebab tersebut tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan kejadian tertentu. Sementara terdapat kaidah: “Barangsiapa yang menggunakan suatu sebab sementara sebab itu tidak memenuhi dua persyaratan di atas maka dia telah melakukan syirik (kecil).”
Sebagian orang meyakini bahwa batu kecil yang dimiliki ponari mampu menyembuhkan penyakit. Dalam kasus ini, masyarakat tersebut menganggap bahwa batu milik Ponari merupakan sebab sembuhnya penyakit. Namun, benarkah anggapan bahwa batu tersebut memiliki hubungan sebab akibat dengan penyembuhan penyakit?
Para pakar medis berkesimpulan bahwa batu tersebut sama sekali tidak bisa dijadikan obat karena tidak terbukti secara ilmiah. Kemudian, apakah batu Ponari tersebut ada dalilnya dalam Al Qur’an atau Hadits? Jika tidak ada maka bisa disimpulkan bahwa batu Ponari tersebut bukanlah sebab kesembuhan dan tidak bisa dijadikan obat. Oleh karena itu, jika ada orang berkeyakinan bahwa batu Ponari adalah obat berarti dia telah terjerumus dalam syirik karena dia telah menganggap Allah menakdirkannya sebagai obat padahal bukan obat. Intinya segala sesuatu yang dianggap sebagai obat, bisa dijadikan sebagai obat jika terpenuhi persyaratan hubungan sebab akibat, yaitu dua syarat di atas.
Dalam kasus Ponari ini, jika memang ada yang mendatangi Ponari, lalu meminum air “Ponari Sweat”, lalu sembuh, maka ini juga tidak menunjukkan bahwa pengobatan tersebut dibenarkan. Jadi ingatlah selalu kaedah ini: “Sesuatu yang riil (nyata) terjadi, belum tentu benar dan diridhoi.”

2.6 Posisi Tradisi dan Budaya dalam Pengamalan Agama Seorang Muslim

Pernyataan bahwa agama adalah suatu fenomena abadi di dalam di sisi lain juga memberikan gambaran bahwa keberadaan agama tidak lepas dari pengaruh realitas di sekelilingnya. Seringkali praktik-praktik keagamaan pada suatu masyarakat dikembangkan dari doktrin ajaran agama dan kemudian disesuaikan dengan lingkungan budaya. Pertemuan antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat sangat jelas dalam praktik ritual agama. Dalam Islam, misalnya saja perayaan Idul Fitri di Indonesia yang dirayakan dengan tradisi sungkeman-bersilaturahmi kepada yang lebih tua-adalah sebuah bukti dari keterpautan antara nilai agama dan kebudayaan. Pertautan antara agama dan realitas budaya dimungkinkan terjadi karena agama tidak berada dalam realitas yang vakum-selalu original. Mengingkari keterpautan agama dengan realitas budaya berarti mengingkari realitas agama sendiri yang selalu berhubungan dengan manusia, yang pasti dilingkari oleh budayanya.
Kenyataan yang demikian itu juga memberikan arti bahwa perkembangan agama dalam sebuah masyarakat-baik dalam wacana dan praktis sosialnya-menunjukkan adanya unsur konstruksi manusia. Walaupun tentu pernyataan ini tidak berarti bahwa agama semata-mata ciptaan manusia, melainkan hubungan yang tidak bisa dielakkan antara konstruksi Tuhan-seperti yang tercermin dalam kitab-kitab suci-dan konstruksi manusia-terjemahan dan interpretasi dari nilai-nilai suci agama yang direpresentasikan pada praktek ritual keagamaan. Pada saat manusia melakukan interpretasi terhadap ajaran agama, maka mereka dipengaruhi oleh lingkungan budaya-primordial-yang telah melekat di dalam dirinya. Hal ini dapat menjelaskan kenapa interpretasi terhadap ajaran agama berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Kajian komparatif Islam di Indonesia dan Maroko yang dilakukan oleh Clifford Geertz misalnya membuktikan adanya pengaruh budaya dalam memahami Islam. Di Indonesia Islam menjelma menjadi suatu agama yang sinkretik, sementara di Maroko Islam mempunyai sifat yang agresif dan penuh gairah. Perbedaan manifestasi agama itu menunjukkan betapa realitas agama sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya.
Perdebatan dan perselisihan dalam masyarakat Islam sesungguhnya adalah perbedaan dalam masalah interpretasi, dan merupakan gambaran dari pencarian bentuk pengamalan agama yang sesuai dengan kontek budaya dan sosial. Misalnya dalam menilai persoalan-persoalan tentang hubungan politik dan agama yang dikaitkan dengan persoalan kekuasaan dan suksesi kepemimpinan, adalah persoalan keseharian manusia-dalam hal ini masalah interpretasi agama dan penggunaan simbol-simbol agama untuk kepentingan kehidupan manusia. Tentu saja peran dan makna agama akan beragam sesuai dengan keragaman masalah sosialnya.
Dari telaah sejarah ditemukan bahwa, budaya atau tradisi suku Jawa dan suku-suku di pedalaman Indonesia, sangat dipengaruhi oleh suasana mistis. Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama nenek moyang bangsa Indonesia umumnya beragama Hindu, Budha dan Anisme. Cerita pewayangan dan mitos-mitos yang masuk kepada masyarakat yang kemudian menjadi pegangan dan pujaan. Orang-orang sakti seperti Gatot Koco, Nyi Roro Kidul, Nyi Roro Mendut, Prabu Siliwangi, Hanoman, Satrio Piningit atau orang yang memiliki kekuatan di atas rata-rata manusia begitu dipuja dan disanjung. Cerita para dewa-dewa dan mitos-mitos itu sampai saat ini masih diyakini sebagian besar masyarakat dan mereka juga meyakini bahwa para dewa dan orang-orang yang dianggap sakti itu akan melakukan reingkarnasi (titisan). Dan itulah kemudian yang terjadi kepada sebagian masyarakat Jombang Jawa Timur sekarang ini. Mereka menganggap bahwa ‘Ponari' adalah titisan atau reingkarnasi dari Ki Ageng Selo yang memiliki ilmu kesaktian dari sambaran petir yang ia halau ketika hendak menyambar dirinya. Sementara batu kecil yang didapat ‘Ponari' ketika bermain-main itu pun dianggap sebagai jimat (tamaim) dan dengan batu itu ia mencelupkannya ke dalam air yang dibawa oleh orang-orang yang meminta pengobatan. Apa yang dilakukan anak kecil ini sebenarnya tidak termasuk kepada kategori pengobatan mistis atau supernatural, karena tidak terbukti bahwa batu itu sebagai batu yang disambar petir, atau batu yang jatuh dari langit, seperti batu yang dimiliki Ki Ageng Selo dalam legendanya. Intinya, masyarakat awam yang iman mereka belum masuk kedalam dada, gampang sekali terkecoh dan mempercayai hal-hal mitos dan mistis yang mendangkalkan aqidah Islam sehingga terjerumus kepada syirik dan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum Islam, dengan meminum air najis (comberan bekas kencing dan cebok keluarga Ponari) yang dikatakan juga sebagai obat.
Belakangan ini pun media tv sering sekali mengiklankan hal-hal yang berbau mistis, ramalan nasib serta praktik penyingkapan perkara ghaib dan sesuatu yang rahasia, melalui perantaraan alam tinggi, alam rendah, hingga menurut pengakuan mereka dapat mengungkapkan sesuatu yang akan terjadi pada esok hari, bulan depan atau tahun depan. Sepertinya ada upaya tersembunyi untuk mengembalikan mitos-mitos yang melegenda itu, yang pada gilirannya, orang tidak percaya lagi kepada ke Maha Kuasaan, dan ke Maha Agungan Allah SWT. Padahal tegas Allah berfirman, bahwa hanya Allah yang mengetahui yang ghaib. (Q.s.an Naml : 65). Dan bagi orang yang mempercayainya dihukumkan kufur oleh Rasulullah SAW. (HR.Thabrani dari Ibnu Mas'ud ra).
Dalam Islam pengobatan secara supraalamiah ada dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat, tetapi tidak seperti yang dilakukan Ponari. Dalam kitab al Adzkar, imam Nawawi halaman 113, Rasulullah SAW menyuruh orang yang mengadukan sakitnya (karena luka) untuk meletakkan telunjuknya ke bumi dan mengangkatnya seraya berdo'a " bismillahi turbatu ardhina bariqatu ba'dhina yusyfa bihi saqimuna biizni rabbina ", dengan nama Allah tanah di bumi, sebagaian dari ludah kami disembuhkan dengannya dengan izin Tuhan kami. HR. Bukhari-Muslim.
Demikian juga ketika Nabi SAW melakukan rajah terhadap keluarga beliau dengan berdo'a " Allahumma rabbannasi azhibil baksa, isyfi antasy syafi, la syifaan illa syifauka syifaan la yughadiru saqama". HR. Bukhari Muslim dari Aisyah ra. Dalam sahih Bukhari juga diceritakan betapa sahabat-sahabat beliau melakukan ruqyah/pengobatan dengan membacakan surah al Fatihah kepada pemimpin desa yang terkena sengatan binatang berbisa.
Jika dilihat dari penyakit yang diderita oleh apa yang diceritakan hadis-hadis di atas, pengobatan yang dilakukan Rasulullah SAW dan sahabat tidak dalam wilayah empiris. Luka, demam, dan sengatan binatang berbisa adalah penyakit fisik, sementara pengobatan itu dilakukan sama sekali tidak berhubungan dengan sebab akibat, pengobatan yang dilakukan Nabi SAW dan sahabat itu adalah wilayah mistis, kekuatan ghaib yang diluar jangkauan akal manusia. Pengobatan cara ini tidak mengandung unsur syrik, biarpun kita berobat kepada seorang ustadz atau kiyai, hal itu harus diyakini, karena ustadz atau kiyai yang saleh lebih mudah diijabah Allah do'anya, dan si sakit atau kita juga harus mengi'tiqadkan bahwa yang menyembuhkan penyakit itu adalah Allah SWT. Karena seseorang yang dimuliakan Allah kadang-kadang bisa berbuat sesuatu yang menurut akal sehat, tidak mungkin.
Untuk itu umat Islam yang benar-benar beriman harus bisa membedakan mana yang karamah mana yang sihir dan mana yang mengada-ada. Dan juga jangan mudah tertipu oleh orang yang mengaku-ngaku, atau sengaja digembargemborkan bahwa si anu, adalah dukun sakti yang bisa menyembuhkan penyakit ini, penyakit anu.
Jika orang yang kita mintai bantuan penyembuhan suatu penyakit adalah orang yang saleh hal itu dibenarkan dalam Islam. Tetapi jika yang dimintai tolong itu adalah orang yang shalatnya bolong-bolong, atau kepada yang tak pernah shalat sama sekali, mustahil ia bisa mendatangkan karamah. Dan itu boleh jadi adalah sihir atau orang memiliki istidraj, bukan karamah. Sihir dilarang dalam agama. ‘Inna al ruqa wa al tamaim wa al tiwalah al syirkun sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan tiwalah (guna-guna) adalah syirik. HR. Ahmad.
Tradisi baik yang dibuat tidak dalam konteks ibadah, selama tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, sebaiknya dipertahankan. Tapi sebagai Muslim yang senantiasa diperintahkan untuk belajar, sebaiknya kita senantiasa mempertimbangkan kembali alasan di balik sebuah tradisi sebaik apa pun tradisi tersebut. Tradisi sering membuat serat inovasi dan membatasi kemauan dan kemampuan berpikir dari para pengikut tradisi tersebut.